Saturday, April 20, 2013

Breeze September Night



1 September
19.00 

Aku melangkahkan kaki dengan sedikit tergesa di jalanan yang ramai dengan turis. Angin di Vienna meniupkan udara dingin yang tak wajar. 
Setibanya di depan pintu restoran, aku mematung. Keraguan kembali menghadang. Namun aku meyakinkan diri untuk berbesar hati

"Double espresso, please" ucapku pada seorang pelayan yang berdiri tak jauh dari tempatku duduk.

"Espresso? Again? Chocolate milk is far more relaxing. Here, have a cup", ujarmu sambil menyodorkan segelas susu cokelat yang masih mengepul.

"No thanks"

Matamu menatapku lekat.

"I mean, I would love to, but not tonight"

"Do you think there will be another night?"

Entah mengapa kalimat itu membuat rahangku mengeras.

"You've got to be kind to yourself. Lihat, bahkan kamu jauh lebih kurus dari kali terakhir kita bertemu"

"Don't worry about me, I'm fine. Hanya sedang membutuhkan ekstra kafein malam ini untuk membuatku tetap terjaga. Deadline assignment sudah di depan mata, and I don't have a time to relax. Even a bit"

Kau menghela napas.

"Terimakasih," ucapmu sepenuh hati

"Untuk?"

"Karena di tengah kesibukanmu, kau masih menyempatkan untuk duduk disini, sekarang"

"Nevermind. Sejujurnya aku memang butuh suasana baru, dan Vienna ternyata kota yang cantik"

Sejujurnya, aku berbohong. Bukan suasana baru yang aku butuhkan, tapi keberadaanmu. Eksistensimu. Satu-satunya kesempatan untuk tetap merekammu dalam ingatan.

Senyummu mengembang.

"I've already told you!! Kamu nggak bosan, apa? London is a beautiful city, tho, but I can guarantee you.. Vienna is.. somewhat special. It has a magical touch that can warm your heart"

Sayup terdengar musik mengalun lembut

I met you in the city of the light, on a breeze September night..

"Yeah, I couldn't agree more", ucapku menambahkan, "So, tell me everything. Kedua kuping saya sudah siap, tuan putri.."

Matamu berbinar.. dan kisah demi kisah pun mengalir.

***

Kita berjalan bersisian. Menikmati jalanan Vienna di kala malam dengan pencahayaan bulan yang keperakan.

"Jadi, setelah ini, dimana aku bisa menemukanmu lagi?" ucapku memecah keheningan

"Katanya kita punya telepati?"

"Aku percaya pada kebetulan, bukan telepati"

"Kalau begitu, ikuti kata hatimu"

Aku terdiam.
Tidak ada satu pun kata yang terlontar, hingga pada akhirnya kita tiba di persimpangan jalan.

"So, this is the time to say goodbye?" tanyaku

Kau menggeleng.

"If you brave enough to let me go, I'll always find a way to come back"

Saat itu aku berharap waktu berhenti, karena kemudian langkahmu menjejak menjauh dari tempatku berdiri.

"See you, soon" ucapmu sembari melambaikan tangan

Aku melempar senyum. "Take care" ucapku. Dalam hati.


Lagu yang mengalun di restoran tadi kembali terngiang

Still I wonder If I could stay for a while,
you see, it's been a while since I felt this way
but.. we both know time is closing in
till I'll be gone,
you'll be too,
on that night I let you walked away




*adapted from Adhitia Sofyan's song: September

Thursday, April 4, 2013

My number one man


31 Maret 2013

Hari ini genap usiaku menginjak angka duapuluh. 
Angka yang mungkin akan terasa biasa saja jika seandainya tidak kutemukan sebuah pesan masuk muncul di layar handphoneku pagi-pagi sekali. Darimu, yang sedang tidak berada di rumah.
Pesan tersebut berisi rangkaian doa (yang kini bertambah satu konten),
yang diam-diam kuamini dalam hati..
juga sebuah permintaan maaf--yang membuat tertegun.
Sebuah permintaan maaf yang tak perlu terlontar, karena sungguh--aku tak pernah meminta apapun.

Mungkin aku memang akan selalu meminta, bukan padamu, tapi padaNya.
Meminta, memohon, untuk kesehatanmu.
Untuk kebahagiaanmu.

Karena bagiku, kado terindah adalah dengan tetap melihatmu senantiasa menginjakkan kaki di rumahNya, juga menghiasi rumah mungil ini dengan lantunan ayatNya setiap pagi dan petang.

Tak pernah bosan aku berkata seperti ini: Allah SWT sangat menyayangi engkau. Aku yakin itu.


Terimakasih, untuk semua nilai dan pelajaran hidup yang kau berikan.
Apapun yang terjadi, bagaimanapun keadaanmu, 
kau adalah imam terbaik bagi keluarga ini.



Dear daddy,  no matter where I go in life, and who I get married to (someday)..
you'll always be my number one man :)