Wednesday, July 18, 2012

#2 Untukmu, Separuh Jiwa


Hai, Separuh Jiwa

Logika ini sulit bekerja.
Hati ini bagai kebal rasa.

Aku dibuat luka,
dibuat kecewa,
namun tetap kembali
sepenuh hati.
Memaafkan kesekian kali.

Adakah kamu peduli?
Utuh ini mulai retak
rusak tak berjejak.
Aku mencari,
dimana letak ku bisa perbaiki

namun kemudian tanyaku,
“mengapa hanya aku?
bukankah seharusnya kita?”

Tiga tahun belum cukup ternyata,
untuk memahamimu
yang penuh tanda tanya.
Masalah kita bukan usia,
bukan juga persoalan siapa yang lebih dewasa.
tapi satu: bicara

Jika kamu lihat disini, di dalam sini,
Banyak ungkap tak terucap
Tentang aku, tentang kamu, tentang kita
Mengapa kau buat jadi begitu sulit?
Lidah ini bukannya kelu, tapi kau yang tak punya waktu
Ajari aku bahasa hati, kalau begitu
Biar aku tetap bisa berkata
Biar pesan ini tetap sampai, meski inderamu enggan.

Dengar,
Kamulah nahkoda yang aku cari. Tapi kapal ini berhenti.
Mengapa tak segera kau putar kemudi?
Badai bisa datang sewaktu-waktu.
Saat itu mungkin kapal ini akan karam di dasar lautan.
Menenggelamkan aku, dan asaku. 
Dalam buih penantian yang ternyata semu.

Lihatlah,
Aku berlelah-lelah
hingga tangis tumpah ruah.
Aku jejaki tanah
dimana aku jatuh
oleh diammu
yang meretak hati hingga pecah

Tuhan,
Aku bersujud dan berserah


..dan kemudian bisikNya,
jangan menyerah”.. 







ini cerita 
tentang seorang sahabat,
yang untuknya, aku berkata "God knows you're tough enough.." :)

Tuesday, July 17, 2012

#1 Aku, Kamu, Tautan Nada


Tuhan menyusun rencanaNya sejak awal
mempertemukan kita dalam satu lingkaran

Entah berapa kali kita bertemu di persimpangan
namun tetap hingga hari itu tidak ada kata “kita”

Yang ada hanya aku dan duniaku,
bertualang sendiri
menggores pena di buku kehidupan
tanpa sekalipun terselip namamu

Skenario Tuhan berlanjut,
Aku dan kamu sampai di satu masa
Kali ini, kita bertemu muka
berbaur dalam kata
bertaut dalam nada.
Semakin hari aku menyadari,
gaung namamu menjadi melodi
menghias mimpi
dan aku resmi jatuh hati.

Ternyata bukan hanya aku, tapi juga kamu.
Karena kemudian, “kita” itu jadi nyata
Semua orang pun bertutur sama:
“Panca indera tak pernah buta,
dan hati punya jendela yang memancarkan segala rasa: mata”
Kamu lihat? Kedua mata kita melukis pelangi di cakrawala
Burung-burung camar berbisik iri
melihat semua warna-warni
Ah, kan, pipiku merona lagi..

Namun,
Apakah adanya “kita” menjadikan aku dan kamu serasa?
Jika begitu,
kamu seharusnya tahu,
aku disini bertanya,
“Kita ini sedang apa?”

Akankah kamu terus mengulur detik?
(Meskipun aku tak keberatan sama sekali)
Bagiku, kita sama-sama telah memahami bahasa rasa
mungkin tak perlu kata
untuk tahu kita berdua tengah jatuh cinta

Biarlah semua tanya itu tersimpan.
Biarkan kunikmati, aku dan kamu
beriringan menghalau sepi.
Melagukan nama masing-masing
dalam senandung nurani.

Meski begitu, 
Aku masih menunggu
Satu tanya darimu,
"Maukah kamu?"
dan tentu saja,
akan kujawab "ya".








ini cerita
tentang seorang sahabat, yang masih menunggu nada
menjadi melodi.
selamat bernyanyi berdua :)

#30CeritaTentangSahabat

Halo, siapapun kamu yang disana yang merelakan sedikit waktu senggangnya untuk baca blog saya: Halo! hehe. Sekarang saya sedang mengerjakan project iseng. Iya, iseng.
Namanya #30CeritaTentangSahabat. Disini saya akan mengumpulkan 30 real-life-story dari sahabat-sahabat saya yang berkenan kisahnya dimuat disini. Tentunya 'dikemas ulang' dengan gaya saya sendiri.
This is my first time experience--mengubah kisah seseorang menjadi short-story yang bisa dinikmati semua orang. Banyak tantangannya karena saya harus bisa menyampaikan apa yang si empunya kisah rasakan. I'll try my best.
Semoga kalian suka :)

Monday, July 16, 2012

Kisah dalam Secangkir Teh Raspberry

cupoftea 
Uap dari secangkir teh hangat beraroma raspberry masih mengepul seiring indera pencium menghirupnya pelan. Ada ketenangan yang tercipta disini. Dalam terang mentari yang sinarnya menelusup melalui jendela lebar-lebar--seakan meresap pada lantai-lantai, kursi, dan berbagai interior kayu yang ada pada setiap sudut kafe. 
Kisah demi kisah mulai tertutur. Aku menyiapkan indera penuh. Berusaha untuk tidak melewatkan detil apapun. Ada tawa, banyak gemas, lebih banyak tanda tanya. 

Sampai giliranku tiba. Aku meneguk teh raspberryku yang sudah mulai dingin. Sedikit ragu untuk bercerita, karena mereka tahu aku berputar disitu. Kisah yang masih sama--dengan lakon yang masih sama pula. Mungkin sedikit dibumbui ini itu seiring waktu. Masih malu-malu. Masih ada merah semu.

Aku kemukakan ketakutanku. Takut bila asa yang terakumulasi ini suatu saat berubah menjadi jutaan bilah pedang. Menghunus sisi terdalam tanpa ampun.
Aku harus bersiap. Bangun dan kemudian memetik pelajaran. Melanjutkan lembaran.
Meski tak sesederhana itu, setidaknya aku belajar. 

"Dan begitulah", kataku mengakhiri cerita. Semua masih sama. Berotasi pada lintasannya. Berporos pada satu--kisah yang itu lagi, lakon yang itu lagi. 

Mereka bertanya,
"Apa yang membuatmu berputar di tempat"
Aku bilang,
"Aku tidak--atau belum--punya alasan untuk beranjak. Jikapun kalanya tiba, aku akan tahu





..mengarah atau tidaknya langkahmu menujuku, akan selalu ada kata satu: terimakasih :)"







Bogor, 15 Juli
bersama dua orang sahabat