Saturday, December 31, 2011

Tentang 2011

Izinkan aku berbagi denganmu, tentang tahun yang penuh arti:
Tentang 2011

2011 adalah tentang "berpisah dan bertemu"
2011 adalah tentang "lama dan baru"

2011 adalah tentang "bangun dari jatuh"
2011 adalah tentang "menguji seberapa teguh"

2011 adalah tentang "teguran"
2011 adalah tentang "perbaikan"

2011 adalah tentang "mengambil keputusan"
2011 adalah tentang "proses memantaskan"

2011 adalah tentang "melukis mimpi"
2011 adalah tentang "inspirasi"

2011 adalah tentang "diam"
2011 adalah tentang "meredam"

2011 adalah tentang "berbesar hati"
2011 adalah tentang "sadar diri"

Terimakasih 2011,
untuk cokelat panas
untuk semburat merah muda
untuk pelangi
untuk warna
untuk hujan
untuk wanginya

Terimakasih untuk-Mu, atas segalanya :)

Penggemar Lukisan

Mari bicara tentang "seseorang". Yang datang silih berganti seperti lukisan di galeri. Galeri ini duniamu, dan kau adalah si penggemar lukisan--yang hanya bisa mengamati lukisan dari jarak yang kauinginkan. Bisa dari jauh, bisa dari dekat. Tergantung seberapa besar keberanian(hati)mu. Jarak dekat pun, masih ada batasnya. Karena terkadang, terutama untuk lukisan yang berharga, pemilik galeri akan memasang pagar pembatas. Namun, bukan berarti kau tidak dapat memiliki lukisan itu. Tidak. Kau bisa. Kau, si penggemar lukisan, suatu saat akan memiliki satu dari sekian lukisan yang ada. Kau bukan kolektor lukisan yang gemar memiliki setiap lukisan yang ia anggap indah, untuk kemudian ia pajang. Kau, si penggemar lukisan, hanya perlu menunggu. Sabar menunggu lukisan yang tepat, yang kedatangannya seketika membuat hatimu berbisik: "ini dia".

Thursday, December 29, 2011

Teruntuk: Mimpi

image

"Aku punya mimpi: aku ingin jadi pelukis. Kali ini bukan dengan menorehkan tinta warna-warni diatas kanvas, atau membuat garis simetris non simetris menjadi satu mahakarya yang harganya selangit. Bukan, bukan itu. Sudah kukatakan sejak kecil aku tak pandai memvisualisasikan imajinasiku dalam selembar kertas. Hingga saat ini pun, mungkin kau tak dapat membedakan: mana karyaku, mana karya anak sekolah dasar. Separah itu kah? Dengan getir aku berkata: Ya. Hey tapi aku tetap ingin jadi pelukis! Kali ini, aku ingin melukis kata. Akan kulukis kata demi kata menjadi satu untaian kalimat indah.  Untaian kalimat yang, seakan berkata: tidak ada mimpi yang 'sekedar mimpi'."

Wednesday, December 28, 2011

You know what?

"Kadang-kadang kamu harus terjun dan jadi basah untuk tahu air. Bukan cuma nonton di pinggir dan berharap kecipratan."
(Dee, 2011)

Monday, December 26, 2011

#nowplaying


Seharusnya aku sudah bosan. Tapi aku malah menekan tombol repeat current song.
Ini kali ke.. duapuluh mungkin? Dalam hari ini? Entahlah, aku tidak menghitung.
Hingga rasanya dalam mimpi pun ia tetap mengalun.
Aku mau berbagi denganmu:
dengar lagu ini,
tapi kalau ketagihan, aku angkat tangan.

#nowplaying: Dee Lestari- Curhat buat Sahabat

Sahabatku, usai tawa ini
Izinkan aku bercerita:

Telah jauh, ku mendaki
Sesak udara di atas puncak khayalan
Jangan sampai kau di sana

Telah jauh, ku terjatuh
Pedihnya luka di dasar jurang kecewa
Dan kini sampailah, aku di sini...

Yang cuma ingin diam, duduk di tempatku
Menanti seorang yang biasa saja
Segelas air di tangannya, kala ku terbaring... sakit
Yang sudi dekat, mendekap tanganku
Mencari teduhnya dalam mataku
Dan berbisik: "Pandang aku, kau tak sendiri, oh dewiku... "
Dan demi Tuhan, hanya itulah yang
Itu saja kuinginkan


Telah lama, kumenanti
Satu malam sunyi untuk kuakhiri
Dan usai tangis ini, aku kan berjanji...

Untuk diam, duduk di tempatku
Menanti seorang yang biasa saja
Segelas air di tangannya, kala kuterbaring... sakit
Menentang malam, tanpa bimbang lagi
Demi satu dewi yang lelah bermimpi
Dan berbisik" "Selamat tidur, tak perlu bermimpi bersamaku..."

Wahai Tuhan, jangan bilang lagi itu terlalu tinggi

Peri dan Sahabat Kecil


"Karyamu bagus." ujarnya pada peri kecil yang tengah melukis pelangi.
Peri kecil mengepakkan sayapnya, mundur, mengamati.

"Terimakasih, sahabat kecil. Tapi.." peri kecil menundukkan wajahnya,
hembusan napasnya mengisyaratkan ia putus asa,

"Ada apa?" 

"Aku hanya bisa melukis pelangi, saat ada hujan. Dan kini aku takut.."

"Takut?"

peri kecil mengangguk pelan. Ia memejamkan matanya,
"Apa yang akan terjadi saat tak ada hujan? 
Selama ini ia inspirasi. Saat ia menghilang, pelangiku mungkin memudar."

Sahabat kecil mulai mengerti,
"Kau mencintai hujan?"

"Hmm"

"Aku anggap itu sebagai jawaban: Ya"

"Kau bukan cenayang, sahabat kecil." peri kecil mulai menggerutu.

"Pelangimu tak akan memudar. Inspirasimu tak akan hilang."

"Bagaimana caranya?"

"Jangan cintai hujan. Suatu saat ia akan, benar katamu, hilang."

"Lalu? Siapa yang harus aku.." tenggorokan peri kecil tercekat, "..cintai?"


Sahabat kecil tersenyum,
"Cintai Ia Sang Pembuat Hujan. Ia akan selalu ada, tak pergi kemana-mana."

Sunday, December 25, 2011

Maaf untuk Hati

Tolong maafkan,
atas ketidakpiawaianku menilai
atas ketidakmampuanku membaca.
Tolong maafkan,
atas semua prasangka 
yang mungkin berlebihan
yang kini membuatmu tertatih.
Tolong, jangan berbalik,
karena aku sedang belajar.
Belajar untuk mencerna bisikanmu,
"sudahlah, itu terlalu tinggi"

Hangat


Keluarga itu bukan ayah, ibu, adik, kakak, tante, om, kakek, nenek, sepupu, keponakan.

Keluarga adalah satu pinggan besar puding coklat yang susah payah kau buat di pagi hari, dengan whipped cream yang agak terlalu lama dikocok. Sepupu-sepupu cilik itu ternyata suka, dan melahapnya riang.
Keluarga adalah sepupu-sepupu cilik berpiyama yang shalat maghrib berjamaah. Salah satu dari mereka menjadi imam dan melafalkan surat Al-Fatihah dengan susah payah. Yang lainnya, saling menyikut dan terkikik. 
Keluarga adalah lantunan doa nenek yang senantiasa berkata padamu, "Semoga selalu sehat.. Semakin pintar.. Jadi anak yang shalehah.." dan kau dengan anggukan pelan dan senyum berkata, "Amin.."
Keluarga adalah guyonan (read: candaan) dalam bahasa Sunda yang mungkin tak kau mengerti, namun sukses membuat seisi ruangan tergelak.
Keluarga adalah tangis. Bukan tangis nelangsa, bukan tangis nestapa. Yang ini tangis karena sudah terlalu banyak tawa dan canda hingga perutmu sakit.
Keluarga adalah berkumpul di ruang tengah dan bernostalgia. Cerita demi cerita, dan pemutaran video masa kecilmu. Membuatmu tersadar, waktu berlalu begitu cepat.  

Keluarga adalah kesederhanaan. 
Keluarga adalah kebahagiaan.
Keluarga adalah tempatmu 'pulang'.














Kupandang wajah mereka satu persatu..



















...dan seketika hatiku menghangat.

Manis

gracepics

Bogor, 24 Desember 2011; Dalam keremangan Bus Transpakuan yang melaju tersendat; sekitar pukul 7 malam.

Dari balik kaca bus yang berembun dengan tetes-tetes air hujan mengalir pelan, aku masih bisa melihat gemerlap dan kerlip lampu-lampu jalan. Ramai sekali di luar sana, pikirku. Ah ya, ini malam minggu. Muda-mudi tumpah ruah di jalan--mungkin itu juga yang membuat klakson-klakson itu bising bersahutan.
Tenggelam dalam dunia sendiri, aku memejamkan mata. Sedapat mungkin membuat tubuhku rileks duduk bersandar di kursi bus yang tak begitu empuk. Aku berusaha menyusun kembali puzzle hari ini, istilahnya me-recall. Satu persatu gambar-gambar itu bermunculan: kamar kosan yang kutinggalkan untuk satu bulan lebih ke depan, stasiun kereta Universitas Indonesia, jalanan kota Bogor yang macet dan penuh angkot, bangunan di Jalan Juanda 16, dan secangkir cokelat panas sebagai teman berbincang sore.
Hari yang manis. 
Cukup manis untuk (lagi-lagi) menjadi distraksi.
Aku menghirup udara dalam-dalam.




Sepertinya ada wangi cokelat panas.

Friday, December 23, 2011

Surat Cinta untuk Tong Sampah

Tong sampah ini bukan yang biasa ada di sudut kamar, yang menjadi tempat persinggahan terakhir debu-debu, kertas-kertas yang diremas, ataupun bungkus bekas popmie dan cemilan dikala malam. Tong sampah yang ini, berbeda. Tapi sebenarnya punya fungsi yang (hampir) mirip: membuang sampah. Namun, sampahnya (juga) berbeda. Sampah disini bisa berupa tangis, haru, harap, kesal, amarah, bingung, semua. Semua macam emosi yang menjadi 'sampah' yang ingin dibuang, dikeluarkan, terutama dari dalam hati.

Sering 'nyampah' menurutku bukan berarti seseorang itu galau. Rapuh, mungkin, tapi pada dasarnya setiap orang perlu sesuatu, atau seseorang, untuk berbagi. Berbagi sakit terutama. Karena layaknya kencing yang kelamaan ditahan untuk tidak dikeluarkan akan menyebabkan kencing batu, rasa sakit dalam hati pun sama: jika ia ditahan untuk dikeluarkan, ia akan terus mengendap disana. Lama kelamaan mengeras. Tahu akibatnya kala hati itu mengeras? Ia takkan mampu lagi untuk mencinta.


Siapapun pasti punya tong sampah. Dalam bentuk apapun, siapapun. Aku (pun) punya tong sampah. Tong sampah-mu, tong sampah-ku, (kemungkinan besar) berbeda. Aku jadikan twitter sebagai tong sampah. Aku jadikan blog sebagai tong sampah. Tapi keduanya memiliki kekurangan: tak bisa menyeka air mata yang mengalir ketika 'sampah-sampah' itu dikeluarkan.

Lucky me, aku punya tong sampah yang lain. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa mau mendengarkan. Ah ya, mereka pendengar aktif yang tak jarang juga--solutif. Aku bisa 'nyampah' hingga berbusa, bahkan aku mendapat bonus: pundak yang bisa kau gunakan untuk menangis, atau sebuah pelukan hangat dan erat untuk meredam semua sakitmu.

Malam ini sungguh rasanya aku ingin berkata: "Teruntuk mereka yang kujadikan tong sampah: Aku cinta kalian. Dengan segenap hati". :)

Mystery

siehsm

"Maybe that's all we need is to meet in the middle of impossibilities. Standing at opposite poles, equal partners in a mystery."
(Indigo Girls- Mystery)

Hujan itu distraksi


Baru saja aku bilang, "Aku harus mencari distraksi". Dan kemudian turun hujan. Semacam permainan #kode alam dimana mereka saling berbisik dan berkata, "Antarkan hujan ini padanya"--sambil menunjukku yang tengah bertopang dagu. Rintik hujan itu mulai terdengar, semakin lama semakin deras, sambil sesekali diiringi gemuruh yang seringkali aku sebut sebagi "teman hujan yang berisik, dan nakal".
Hujan itu distraksi. Apalagi jika aku bisa berlari ke luar dan membiarkan tetes demi tetes air hujan 'memukul' pipiku. Saat itu, tidak ada yang bisa membedakan mana air mata yang jatuh, mana tetes hujan yang mengalir di pipi. Miris, sih, tapi setidaknya lebih indah dibanding menangis di bawah shower (frase ini sering kutemukan di dunia maya akhir-akhir ini). Tapi, hujan itu distraksi, selama tidak ada memori yang teresonansi. Karena jika itu terjadi, justru akan membuatmu jatuh lebih dalam lagi. Nikmati hujan karena simfoninya, karena harum wanginya, bukan karena kemampuannya membuat kamu--mengingat ia yang disana.

Keliru

Mari bicara tentang rasa takut. Takut akan "jangan-jangan..." yang berseliweran di kepala akhir-akhir ini. Takut akan "kayaknya sih.." yang didengungkan orang-orang sekitar. Takut akan asumsi-asumsi tak beralasan. Intinya, aku takut akan kekeliruan. Ya Allah, aku hanyalah seorang yang tak pandai mengacuhkan. Aku hanyalah seorang yang lemah dan mudah terbuai harapan. Tolong, bantu aku berdiri ketika ketakutanku ini benar-benar terjadi.

Tuesday, December 13, 2011

I WISH!





Di tengah segala ke-hectic-an yang ada,
harapanku cuma satu: mempunyai to-do-list seperti Patrick Star

Friday, December 9, 2011

Cinta dalam Diam

Suatu malam, seorang teman mengirimkan pesan
melalui broadcast message blackberry messenger
yang membuat hati seketika 'mencelos',
entah karena haru, lega, atau.. 'berharap'
Entahlah---yang jelas pesan ini membuatku tersenyum :)

Jika kau belum siap melangkah dengan seseorang,
cukup cintai ia dengan diammu
karena diammu, adalah bukti; cintamu padanya,
dan dengan begitulah kau memuliakan dirinya.
Karena kau; tak mengajaknya menjalin hubungan
yang terlarang,
dan kau; tak merusak kesucian, dan penjagaan hatinya.
Dari diammu, sungguh, telah memuliakan dirinya
dan dirimu juga akan terjaga.
Sebagaimana Fatimah Azzahra dan Ali bin Abi Thalib,
yang diam dalam cinta,
namun akhirnya bersanding di pelaminan.
"Bersabarlah dalam diammu, karena tulang rusuk tak akan pernah tertukar"

Saturday, November 26, 2011

Surau Dikala Senja

Jumat, 25 November 2011. (sekitar) pukul 6 sore

Senja melukiskan warna oranye andalannya di langit. Aku melangkahkan kaki melewati gang sempit menuju rumah. Sengaja kuputar jalan. Iseng. 

Sayup-sayup terdengar adzan maghrib berkumandang. Derap langkah kaki-kaki kecil terdengar dari belakang. Sekumpulan anak, mungkin usianya sekitar lima, berbondong-bondong menuju surau. Lucu, diantara mereka ada yang memakai sarung kedodoran, yang ia pegang sembari terus berlarian. Yang perempuan memakai kerudung bergo warna-warni, sedikit tidak matching dengan baju yang mereka kenakan. Tapi mereka tampaknya tak peduli, aku bahkan sangsi mereka mengerti apa itu 'matching'. Kesemua anak-anak itu memasuki surau yang di dalamnya telah berjejer bangku-bangku kayu yang sengaja dibuat rendah agar anak-anak itu bisa bersila.

Surau itu seketika gaduh saat duapuluh-an anak sama-sama saling berteriak, tertawa, dan bercanda. Ketika sang guru (atau dapat kusebut ustadzah?) memasuki surau, semua mendadak diam, dan tanpa aba-aba mengucapkan salam dengan nada panjang dan penuh jeda-nya yang khas,
"Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh"
Sang guru menjawab salam anak-anak tersebut dan menginstruksikan mereka untuk merapatkan mejanya ke dinding. Rupanya mereka akan shalat berjamaah terlebih dahulu. 

Ada satu kerinduan mendera dalam diri saat aku melihat pemandangan tersebut. Dulu, saat masih seusia anak-anak itu, akupun mengalami hal yang serupa. 
Tumbuh besar di kota santri membuatku akrab dengan hal berbau agamis. Menyenangkan rasanya mendapati ada bagian masa kanak-kanakmu yang dihabiskan untuk melafalkan, dan melantunkan asma-Nya di setiap senja yang kau lewati.

Aku jadi bertanya-tanya, akankah pemandangan seperti ini masih bisa kutemukan dua, tiga, empat tahun ke depan?
"Palung terdalam terletak di matamu. Tatap aku lama-lama, aku senang tenggelam disana."
-Rahne Putri, 2011

Tuesday, November 8, 2011

Sudahkah?

Di bawah ini merupakan penggalan dari post di blog perempuansore, berjudul "Pertemuan"
"Terlalu banyak tahu mengenai misteri kehidupan pun tidak seru. Sebagai makhluk yang paling kecil, hendaknya berserah kepada yang sempurna itu—yang akhirnya membawa kepada pertemuan. Tidak masalah dengan siapapun. Ketika bertemu suatu hari nanti, itu adalah hari yang dipercaya, hari yang disiapkan, hari yang tidak direncanakan menurut pikiran. Hanya terjadi begitu saja, mengalir.  

Sampai di sini, tak usahlah menebak-nebak. Biarkanlah  ia berjalan dengan semestinya. Natural. Semisterius mungkin. Dan bersiaplah untuk dikagetkan.

Hari dimana kau dipertemukan—mungkin adalah hari dimana kau lupa pernah kehilangan panjang. Dengan siapa—entah."


Kepada kamu--yang entah siapa--apakah kita sudah bertemu? 

Pertanda

"If I could bottled, smell of the wet land after the rain.." (Adhitia Sofyan- After The Rain)

Hari ini tak terhitung olehku, sudah berapa kali aku berkata, "Aku rindu hujan.."
Meskipun hujan membuatku flu akhir-akhir ini (terimakasih untuk Fira yang sudah memberiku obat flu Decolgen; setidaknya obat itu membuatku tidur nyenyak). Ketidakpastian akan datangnya hujan membuatku (sedikit) uring-uringan. Hey, hujan, jangan kotori awan biru-ku menjadi kelabu jika pada akhirnya kau tidak datang!
Tahukah kamu penggalan adegan di film Sunny yang dibintangi Bunga Citra Lestari? Dimana ia menengadahkan tangannya, menyentuh tiap butir tetesanmu yang jatuh? dan menari, menari menyambut kedatanganmu? Aku ingin seperti itu. Tapi aku tahu ini bukan film, mungkin aku akan terlihat konyol, dan gila, dan seperti anak kecil. Aku tidak suka dibilang seperti anak kecil.

Masih dengan penuh harap, oh tapi mungkin tidak sebesar itu juga, sih. 
Aku melangkahkan kaki menuju Gedung B Psikologi. 
Lama aku di dalam, sedikitpun aku tak mendengar 'suara'-mu.
Hingga, ketika tanpa banyak ekspektasi, aku membuka pintu keluar dari Gedung B, dan tahukah apa yang kutemukan? Jejakmu! Ya, jejakmu! Daun-daun yang basah, juga sedikit genangan air di jalan setapak. Dan tentu saja wangi itu, wangi favoritku sepanjang masa! Aku hirup wangimu dalam-dalam. Lembut, dan segar.
Hujan, terimakasih sudah datang, bersama jejakmu.
Ah, dan juga wangimu. Tapi bukan wangi tanah basah setelah hujan. Bukan petrichor, bukan.
Ada wangi yang lain. Yang ini wanginya menginspirasi

Sekali lagi terimakasih, mungkin wangi hujan ini memang pertanda.
Akhirnya, kerinduanku akan hujan terobati hari ini.
Pertanyaannya adalah: Apakah yang kurindukan selama ini adalah hujan?

Monday, November 7, 2011

DENIAL

Pernahkah kamu merasa benar dan tak ingin disalahkan, namun tak mampu melakukan pembenaran? pembelaan? Pernahkah kamu merasakan rahangmu mengeras tiba-tiba, ketika orang lain berbicara mengenai dirimu, yang engkau tidak suka; kau benci, tapi tak dapat menyangkalnya? Pernahkah?

Hari ini aku mengalaminya, lagi. Pernyataan itu, oh salah, teguran halus itu seakan menamparku bolak-balik dengan kecepatan mesin jet tempur Amerika.
Jika aku tak mencoba mengingat-Mu Ya Rabb, mungkin aku akan marah. Mungkin Engkau harus melihatku kembali berlinang air mata, seperti waktu itu.
Hari ini aku benci, dan mengutuk diri. Aku mau berubah.

Sunday, November 6, 2011

Biru itu..

foreversinging
















Terik sinar matahari yang menyengat,
tak lantas membuatku bersembunyi
Aku berlari, dengan bertelanjang kaki
Pasir putih itu terasa hangat
"Hari yang cerah", ujarku
Lihat! Gradasi warna itu!
Biru, biru, dan semakin biru membentang cakrawala
"Mari bermain!" ujar sang camar
yang terbang meliuk, sesekali menerjang lautan
Mungkin dia sedang cari ikan
Ah, kupejamkan mata dalam ayunan
Kurasakan semilir angin, dan aku tertidur
Sepertinya tertidur
Namun, hey! Lama-lama sepi
Mana suara ombak itu?
Kubuka mata, dan bangkit
Yang kulihat adalah dinding, dan gorden kamarku yang biasa
Tak ada pasir, biru, camar, ayunan, apalagi ombak
AH! AKU INGIN PANTAI!

Merindu

Saat kamu datang kemarin sore, aku memaki.
Sebenarnya sih, tidak memaki sepenuhnya
Aku masih akan selalu suka wangimu
Ya, wangimu saja, tidak dengan 'temanmu' yang suka marah-marah itu
Bilang padanya, aku takut. Jangan teriak keras-keras

Hey, kamu. 
Hari ini padahal aku sudah siap memaki lagi
Habis, aku melihat tanda kelabu itu,
saat kutengadahkan kepala
"Kamu lagi", aku bilang.
Satu jam, dua jam, tiga bahkan lima jam aku menunggu
Apakah kamu merasa bersalah? Telah membuatku menggerutu sepanjang Sabtu?
Hey, aku cuma bercanda.
Besok-besok datang lagi, ya?






Jangan pergi lagi hujan, aku rindu.

Thursday, October 13, 2011

Sebuah Goresan Malam



..dan kepada secangkir latte dengan buih putihnya yang setia menemani larut malam yang mengharu biru..


Waktu menunjukkan hampir pukul sebelas malam. Insomnia melanda, seperti biasa.
Terjaga selarut ini bukan hal yang baik memang, (Maafkan aku, liver dan rekan sejawat; atas terganggunya detoksifikasi. Salahkan kafein yang sangat adiktif itu) namun seperti biasa (hampir) selalu membuahkan ide-ide segar yang tak didapatkan pada waktu-waktu produktif pada umumnya.

Ah, ya, untuk kamu, kalian, yang telah sudi membuang waktu untuk membaca celotehan abstrak ini, untukmu ucapan 'Halo' dari seisi Andromeda :)

Sekilas intermezzo. Menulis sebenarnya sudah menjadi passion terpendamku sejak dulu. Tak terhitung berapa coretan yang kukategorikan sebagai "tak-layak-baca" bersemayam di recycle bin.
Memulai itu sulit. Tapi apa salahnya mencoba?
Apa yang aku tulis, saat ini, berbekal celotehan yang mungkin tak tersampaikan di dunia nyata. Even it's just an unstoppable-mumbling, I hope it could touch a bit-part in your heart.

Dan kemudian, akhir kata, dan seiring dengan mata yang berontak menuntut waktu istirahatnya, aku ucapkan selamat malam dunia. Selamat menggambar pelangi esok hari.