Monday, December 31, 2012

Ambivalensi

Di malam penghujung tahun--dimana sebagian besar orang bersuka ria, menghabiskan waktu entah dengan teman, keluarga, dan orang-orang terdekat..
saling mengucap "Selamat Tahun Baru"
merangkai satu demi satu resolusi di tahun depan
berbisik harapan-harapan..

Begitupun saya--yang Alhamdulillah nya masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk berkumpul dengan keluarga di malam penghujung tahun ini.
Meski tanpa perayaan macam-macam,
hanya berkumpul di ruang tengah--menonton film-film menarik yang disajikan di layar kaca (Spesial Tahun Baru, katanya), dengan cemilan-cemilan ringan dan beberapa jagung bakar. Sudah. Itupun paling-paling yang terjaga sampai tengah malam nanti hanya saya, dan papa. Sisanya? Terlelap karena kekenyangan.
Sederhana, tapi memang beginilah cara saya melewati malam tahun baru. Intinya bersama keluarga. Titik.

Tetapi malam ini berbeda dari biasanya. Ada satu hal yang mengganjal. Mungkin ini namanya ambivalensi.
Beberapa hari yang lalu, saya mendapat kabar duka dari sahabat saya, Dian. Ibundanya tercinta berpulang ke Rahmatullah.
Belum selesai suasana duka itu, sore ini saya kembali mendapat kabar duka
dari sahabat saya, Jessica. Ayahnya juga baru saja dipanggil olehNya.

Ya Allah..
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun..

Jujur, bergidik saya membayangkan berada di posisi mereka berdua.
Entah, dunia saya akan jungkir balik seperti apa.
Entah, apakah keceriaan masih bisa tergambar dalam wajah saya malam ini,
dan malam-malam seterusnya.

Hanya bisa mengirim doa 
untuk kedua sahabat saya--yang baru saja mengalami kehilangan..

Kuatkan mereka Ya Rabb..
Engkau Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambaMu
Aaamiin

Sunday, December 30, 2012

Maaf & Terima kasih

Semester tiga resmi berakhir. Semester penuh upside-down, dan bikin banyak ber-inhale-exhale-ria. Semester yang--bisa dikatakan banyak membuat saya belajar. Termasuk belajar untuk berkata "tidak" di kesempatan yang lain. 
Semoga bisa, karena emang buat saya segitu susahnya.
Semoga bisa, karena saya takut--kepentingan demi kepentingan yang saling bertabrakan, bisa membuat semuanya berantakan. 
Termasuk ketakutan akan satu kata: kecewa.

Sekarang pun, sepertinya berhutang maaf sama banyak pihak,
dan lebih banyak berhutang terima kasih.

Untuk kalian, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu:

"Maaf, dan terima kasih. Banyak :)" *





*p.s: Insya Allah akan disampaikan langsung, satu persatu. Hehe

Guru Hati

29 Desember
Jalan-jalan CoH
Balairung UI

"Ayo adik-adik, sekarang waktunya kita menggambar.. Di sebelah gambarnya kalian boleh tulis cita-cita kalian ya.."

Semua anak sibuk menggambar.
Sepuluh menit berselang, aku menghampiri seorang anak yang memakai baju merah. Namanya Viranda.

"Viranda, kamu gambar apa?"

"Gambar sekolah.."

"Wah, bagus ya.. Cita-cita Viranda apa?"

.....
tidak ada jawaban. Gadis kecil di depanku ini hanya tersenyum sambil tersipu malu.
Kulihat sekilas kalimat yang tertulis di kertas yang ia pegang.

menjadi guru hati
orang jadi lebih baik oyah

Anggi, yang berada di samping Viranda, membacakan tulisan tersebut dan berkata,
"Ah, tulisan Viranda enggak jelas. Enggak ngerti"

Aku tersenyum, lalu bertanya pada Viranda,
"Jadi kamu mau jadi guru ya?"

Ia mengangguk.

"Viranda mau jadi guru hati, supaya orang jadi lebih baik, gitu?"

Ia kembali mengangguk.

Aku tidak sepenuhnya yakin bahwa itulah yang dimaksud. Anak-anak terkadang punya imajinasi yang lebih luas dari seantero jagat raya, bukan?
Ah, apapun yang sebenarnya Viranda maksud,
satu hal yang aku pahami: ia mau menjadi guru.

Guru apapun itu. 
Guru hati sekalipun,
semoga bisa menebar kebaikan ya sayang :)

Tuesday, December 25, 2012

Habibie&Ainun--sebuah kisah abadi


http://www.pesatnews.com/pictures/201204221743131.jpg


"Saya tidak bisa menjanjikan banyak hal, tapi yang jelas saya akan menjadi suami yang terbaik untuk Ainun."  -Habibie

"Aku tidak bisa berjanji untuk menjadi istri yang baik. Tapi aku berjanji akan selalu mendampingi kamu." -Ainun
 
"Kamu itu adalah orang paling keras kepala dan paling sulit yang pernah kutemui, tapi jikalau aku harus mengulang kembali hidupku--aku akan tetap memilih kamu." -Ainun 

"Setiap terowongan pasti memiliki ujungnya, setiap ujungnya pasti ada cahaya. Saya janji akan membawamu ke cahaya itu." -Habibie

"Masa lalu saya adalah milik saya, masa lalu kamu adalah milik kamu, tapi masa depan adalah milik kita. -Habibie&Ainun


Sebuah surat cinta dari Habibie--untuk Ainun
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. 
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya
dan kematian adalah sesuatu yang pasti, 
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi,
aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang
sekejap saja,
lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati
Hatiku seperti tak di tempatnya
dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada air mata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, 
pada kesetiaan yang telah kau ukir
pada kenangan pahit manis selama kau ada.

Aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, 
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia.
Kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada..

Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan, calon bidadari surgaku..

Terima kasih Allah, Engkau telah lahirkan saya untuk Ainun dan Ainun untuk saya.

Habibie-Ainun.
Kini, kedua kata tersebut seketika terasosiasi dengan sebuah kisah
dimana "cinta abadi" bukan hanya milik negeri dongeng.

Ah, jika banyak orang berkata
"Dimana saya bisa dapatkan seseorang seperti Pak Habibie? Seperti Bu Ainun?"
Hmm.. sesungguhnya saya punya pandangan lain,
baik Pak Habibie dan Bu Ainun sama-sama memilih untuk menjadi orang yang tepat,
bagi pasangan masing-masing.

Yep, it is not about finding the right person, but be the right person for someone whom you choose to love :)

Semoga kamu--iya kamu yang sedang membaca postingan ini: semoga bisa menjadi orang yang tepat untuk seseorang yang kamu cintai, ya.

"Tak perlu seseorang yang sempurna, cukup temukan orang yang selalu membuatmu bahagia & membuatmu berarti lebih dari siapapun." -Habibie&Ainun




*pic from this, surat cinta from this

Happy wedding #EkyHafizh

 


 


 

Happy Wedding Tante Eka Mitra Rachmawati& Om Hafizh Alfath :)
Mari kita saksikan siapa yang namanya tertera di piala bergilir setelah kalian berdua. Hehe :p

Sincerely,
Your lovely 'dedek-dedek'

Sunday, December 23, 2012

Gravitasi

Satu-satunya hukum alam yang (cukup) berani saya lawan. Let's fight.

Saturday, December 22, 2012

#noted 4

Dalam hidup--hanya ada 'koma', karena 'titik' itu kuasa Tuhan (Mathias Muchus, 2012)

Happy Mother's Day :)


  







If someone asks us, 
"What do you love about your mother?"
We would definitely say,
"Everything"
Yep. Everything.
Because everything in her life, make us live.
Thankyou, Mom.
Happy Mother's Day :)


 Sincerely, your daughters.

Thursday, December 20, 2012

Peron Tujuh


wait




17.00
dalam gerbong kereta yang kursinya sedikit berdecit jika kau beringsut


Pernah merasa ingin pergi jauh? Jauh sekali. Meninggalkan hiruk pikuk sudut kota yang diselimuti mendung kecemasan--menggantinya dengan berjuta kubik oksigen yang leluasa kau hirup bersama hamparan rumput menghijau seluas pandang.

Dan disinilah aku.
Duduk di kursi terdekat dengan jendela,
sebuah reward tersendiri.
Satu pembenaran bahwa aku selalu menikmati saturasi oranye itu menghampar 
bagai sapuan kuas yang sengaja dilukis di cakrawala.

Lokomotif ini berjalan
dengan bunyinya yang khas.

15.30
peron tujuh, diantara hiruk pikuk 

Lama aku berdiri, di hadapanmu
mungkin sekitar tiga hingga empat puluh menit
(memakai sepatu duabelas inci adalah petaka).
Masih, tidak ada kata "aku mohon" yang dengan bodoh kuharap terucap. Hanya sorot matamu yang menyiratkan--entah keengganan, atau kejengahan,
atau.. enggan melepaskan? Ah entah. Seperti biasa kan? Kamu itu penuh selubung. Seperti kelambu. Dan aku nyamuknya.

Peluit berbunyi.
Dan sebelum resmi pergi, aku kembali berkata: tell me what you want from me

...
tetap sunyi.

Aku pun berkesimpulan: cukup.

Tak akan kubiarkan pena ini menggores kata demi kata dalam diari perjalanan--dengan lekukan tajam. Menyiratkan entah geram, atau ketidakberdayaan. Dan, tanpa kata-kata: akankah kamu kehilangan?

Aku melangkahkan kaki menuju loket,
dan sungguh inilah yang kukatakan pada wanita dibalik kaca:

"Can I get a window seat? Don't want nobody next to me. I just wanna ticket out of town to look around.."

dan angin serta merta berbisik satu ungkap tak terkata:

"... I just want a chance to cry, and a long bye.."


18.00
masih dalam gerbong kereta, lampu-lampu mulai menyala

Pelupuk mataku memberat.
Karena ternyata sayup dalam kepalaku, mendengar
kamu,
dan satu pinta itu:
"kembalilah.."




*Adapted from Erykah Badu's song: Window Seat
*Pic from this, and this

Sunday, December 16, 2012


Pagi ini, rasa takut itu kembali muncul
saat aku melihat ketidakberdayaan yang sama
yang tampak dari sorot matanya.

Ya Allah, pintaku satu
jangan biarkan air mata ini luruh
di depan mereka.
Sekalipun jangan.

Saturday, December 15, 2012

Tentang Menjadi Spesial


Rabu, 12 Desember
Kelas Mata Kuliah Anak Luar Biasa

Sama seperti minggu lalu, kelas kami kedatangan tamu (lagi). Ibu Frieda Mangunsong mengawali kelas dengan memperkenalkan narasumber. Namanya Mbak Galuh. Beliau adalah seorang tunarungu.

Atensi seluruh kelas tersedot saat Mbak Galuh memulai presentasi. Beliau menggunakan bahasa isyarat--yang kemudian diterjemahkan langsung oleh seorang interpreter.

**
"Saya kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama. Lima tahun--saya tidak mendapatkan apa-apa."

"Dosen tidak pernah mengijinkan saya membawa interpreter di kelas. Padahal, untuk berkomunikasi secara oral, saya mengalami kesulitan. Tidak ada yang mengerti. Saya dilabel "bodoh", dan "cacat"."

**
"Saat bencana gempa bumi melanda Yogyakarta beberapa tahun silam, anak-anak tuli banyak menjadi korban. Mereka tidak bisa mendengar. Mereka tidak mengerti instruksi orang-orang untuk "berlari", untuk "sembunyi". Mereka kebingungan."

"Saya kemudian diajak bekerja sama dengan sebuah LSM dari Jerman untuk membuat sebuah perangkat bahasa isyarat yang dapat digunakan dalam keadaan emergency, terutama saat terjadi gempa bumi. Saya mengajukan perangkat tersebut ke Mendiknas. Perangkat kami ditolak dengan alasan 'pembodohan'."

"Anda tahu cita-cita saya? Cita-cita saya adalah menjadi diplomat. Ya, banyak orang yang menertawakan. Banyak yang berkata nonsense. Namun Allah SWT. memiliki skenario lain. Saya membawa perangkat tersebut ke PBB dan mempresentasikannya di depan delegasi-delegasi tiap negara dari seluruh dunia."

"Semua bertepuk tangan. Delegasi dari Turki, Jepang, Eropa, Amerika, semuanya, semuanya bertepuk tangan. Mereka kagum. Mereka bangga. Bahkan, saat perangkat bahasa isyarat tersebut diujicobakan pada anak-anak Thailand, mereka menangis."

"Anda tahu apa yang dilakukan oleh delegasi Indonesia yang terhormat saat saya mempresentasikan perangkat tersebut? Beliau tertidur."

**
"Betapa sedih hati saya melihat 80% anak-anak tuli di Indonesia tidak bisa membaca dan menulis. Sejak kecil mereka dijejali dengan alat bantu dengar, bahkan segera setelah lahir, beberapa dari mereka diberikan implan cochlea melalui operasi. Mereka dipaksa untuk "normal". Padahal mereka, kami, sudah diciptakan Tuhan dengan sempurna."

"SLB atau Sekolah Luar Biasa hadir justru bukan menjadi solusi bagi anak-anak tersebut. Anak-anak belajar dengan cara menyalin kembali apa yang guru ajarkan di kelas. Nilai-nilai mereka bagus. Mengapa? Karena guru yang mengerjakan."

"Pemerintah membuat sebuah kamus bahasa isyarat yang didistribusikan ke seluruh SLB di Indonesia. Namun, pembuatannya sama sekali tidak melibatkan tunarungu. Anak-anak, guru-guru, tidak mengerti isi dari kamus tersebut, sehingga bahasa isyarat tidak digunakan sebagaimana mestinya."

"Padahal bahasa isyarat merupakan bahasa ibu bagi kami. Bahasa isyarat membuka pintu selebar-lebarnya bagi kami untuk menyerap informasi, menyerap ilmu pengetahuan. Bahasa isyarat telah diakui di berbagai belahan dunia. Tapi di Indonesia..bahasa isyarat didiskriminasi."

"Anak-anak tunarungu memiliki hak. Meniadakan bahasa isyarat, tidak mengijinkan interpreter membantu proses belajar seorang tunarungu di kelas, sama saja dengan mengambil tongkat dari seorang tunanetra, atau mengambil kursi roda dari pemakainya."

"Ada yang perlu dibenahi dari pendidikan di Indonesia. Mulai dengan mengubah stigma yang ada."

**

Jujur, aku tercengang mendengar apa yang beliau sampaikan di depan kelas.
Dan lebih tercengang lagi saat mengetahui bahwa beliau telah menempuh jenjang pendidikan hingga S3.
Subhanallah..
Engkau Maha Adil..

Terimakasih Mbak Galuh
untuk sharing-nya yang sangat bermakna

dan untukMu,
Terimakasih Ya Allah
karena selalu mengingatkan
alasanMu menempatkanku disini
Kau ingin aku melihat, Kau ingin aku mengerti
apa artinya memperjuangkan.



"Bagi saya, kelemahan bukan sesuatu yang harus disempurnakan. Tuhan justru tengah mendidik kita melalui orang-orang dengan kelemahan ini. Ambil pelajaran, jadikan mereka inspirasi." -(Mbak Galuh, 2012)

Lagi-lagi hujan



Layaknya awan yang tak lagi punya pertahanan
membendung berkubik air
yang kemudian luruh
Jatuh
Sebagai hujan
yang menjejak bumi tanpa permisi

Semoga bumi tetap bersahaja
meski hujan sedikit meninggalkan jejak
pada setiap pori tanah nya

dan bahwa hujan akan berputar disana

Menuju muara,
sungai,
laut,
untuk kembali ber-evaporasi.

Semoga bumi tetap bersahaja.

Love Letter from A Proud Sister


Hai, adik kecil

Malam itu kamu banyak berceloteh, setelah sebelumnya aku berkata,
"dek, cerita dong"
"cerita apa?
"apa aja boleh"

..dan semuanya pun mengalir

tentang kamu yang sekarang bisa kemana-mana sendiri
"kemarin aku ke rumah temenku naik angkot loh gak dianter"

tentang kamu yang jadi duta lingkungan di sekolah
"emang tugasnya apa aja?" tanyaku
"ngingetin temen-temen buat jaga kebersihan sama supaya buang sampah di tempatnya"

tentang kamu yang jadi dokter kecil di kelas
"nah, kalo dokcil, ngapain?" tanyaku lagi
"setiap sebelum temen-temenku masuk kelas, aku periksain kukunya, giginya juga, sama pakaiannya rapi atau enggak"

tentang kamu yang selalu jadi ketua kelompok

tentang kamu yang kemarin dapat nilai A+ untuk praktik UAS tari daerah
"aku yang bikin gerakan tari badindi buat kelompokku" katamu
dan aku bertanya "iya?kok bisa?"
kamu tertawa dan berkata lagi
"bisa dong, aku cari di youtube terus aku bikin deh gerakannya"

tentang kamu yang (masih) jadi 'pengusaha' kecil dengan berjualan macam-macam,
mulai dari pudding
sampai kertas mewarnai

dan aku teringat suatu hari kamu pernah menangis tersedu sepulang sekolah
"uang jualan pudding di kelas ilang semua"
"berapa uangnya dek?" tanyaku
"dua puluh empat ribu"
kamu berlari masuk ke kamar dan menutup pintu
ah, tentu saja, dua puluh empat ribu adalah jumlah yang besar buatmu
apalagi itu hasil usahamu sendiri
bukan dengan minta mama papa

dan banyak tentangmu yang lainnya

tak ketinggalan,
tentang kamu
yang memahami
dan memaknai semua itu
dengan cara yang sederhana, tapi dewasa untuk anak seusiamu

meski terkadang, lelah itu tak terbendung bukan?
kamu yang bilang sendiri
kenapa kamu sering marah-marah tanpa sebab

Adik kecil,
aku belajar banyak dari kamu
tentang arti penerimaan
dan mungkin
sudah saatnya aku tidak lagi memanggilmu "adik kecil"

You've already grown up, my dear
and I'm a proud sister :)

Thursday, December 6, 2012

Teruntuk: Tuan dalam Perjalanan


Saya dan Anda,
dua asing, yang berpapasan dalam peraduan
kemudian bercengkerama,
dan  berbagi tanda tanya

Roda ini berputar,
dengan jejak yang jelas tegas.
Seolah memberi isyarat:
dalam perjalanan,
bekas itu selalu ada, Tuan.

Berkata saya pada waktu, yang berpacu
tanpa jeda:
Tunggu

Saya perlu rehat, sejenak.
Meski saya, dan Anda, sama-sama tahu,
dalam perjalanan ini
tidak ada satupun jemu.

Meski begitu,
Saya hanya manusia biasa, Tuan.

Jika anda lengah, saya bisa jengah.

Monday, December 3, 2012

P.S : I Love you

Malam ini rencananya mau lanjutin tugas Psikologi Perkembangan: Analisis Diri. 
Berhubung minggu kemarin sedang tidak ada kesempatan untuk pulang ke rumah--padahal buat mengerjakan tugas ini, butuh wawancara orangtua mengenai perkembangan kita dari mulai masih di dalam kandungan hingga masa remaja, alhasil cuma bisa wawancara lewat bbm sama Mama:

"Mah, dulu aku bisa jalan umur berapa ya?
"Mah, teteh waktu bayi sering nangis gak sih? rewel gak sih?
"Mah, mama waktu hamil aku, ngidam enggak?
"Mah, bla bla bla..."

...dan kemudian backsound di laptop muter lagu ini:

Mother have you seen your laughter
Fall into the arms of angels
Mother if you see me I’m all right

Range of clouds on sunny weather
Rise onto the breeze of meadow
Mother did you help God paint the sky?

When time will fade
Your words won’t vaporize
When time will fade
Your smile still hypnotize

Mother when you tell your stories
Children of the world will listen
Mother watch your glory lid the sky

Hear the wind beneath the branches
Just as rain drops touched the river
Mother did you sing on angel’s choir?

When time will fade
Your words won’t vaporize
When time will fade
Your smile still hypnotize

Adhitia Sofyan- Mother

:)


Wednesday, November 28, 2012

#noted 3


........
Baru nyadar ternyata memang se-berharga itu,
dan segitu nggak kebayang gimana jadinya, kalo sampe rusak
hanya karena ego.

Ego yang bahkan, mungkin, mendzalimi orang lain.

Astagfirullah..

Luruskan niat yuk, cy.

Sunday, November 25, 2012

Aaamiin


"Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain." (HR. Bukhari)

"Terdapat tiga amalan anak adam yang pahalanya akan terus mengalir dan tidak terputus meski ia telah meninggal dunia, yaitu harta yang bermanfaat, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shalih." (HR. Bukhari)


air mata ini jatuh
mengalir deras membasahi pipi
bukan disertai isak tangis
tapi senyum tiada henti.

hati ini sudah memilih
dimana ia dititipkan.
dan disana
Insya Allah bertaburan cintaMu.

Ya Allah, Engkau Maha Tahu,
ini bekal hamba
ini Ikhtiar hamba
untuk membalas cintaMu
membalas cinta mereka
dan kemudian mewujudkan mimpi itu

Ridhai Ya Rabb.. Ridhai..

Sunday, November 11, 2012

See you, Banten :)

Kamis, 9 November 2012
11:16
@ Aula Gd. D Fakultas Psikologi

Sms masuk dari teh tuti.

"Nova, acy, icha, alhamdulillah, kita ke banten :')"

Deg.
Masih menatap layar handphone selama beberapa detik.
 Freeze.
Kemudian sms masuk, lagi.
dari panitia.
"Selamat kamu terpilih sebagai 30 Pengajar GUIM 2, pengumuman sudah dapat dilihat di website."
Rasanya pengen teriak. Terus loncat-loncat.
Tapi nggak mungkin.
Soalnya saat itu lagi menerima kunjungan dari Universitas Diponegoro.

Celingak-celinguk kanan-kiri, terus liat Kak Ava nganggur.
Kemudian bisik-bisik, "Kak, aku keterima GUIM"
seketika dipeluk super kenceng.

**
Selesai kunjungan, ketemu orang-orang. Diselametin. Dipelukin, lagi.
Berita baik cepat menyebar, ya :)

Di Akademos ketemu Obed, yang cuma senyum-senyum, jabat tangan gue, terus bilang,
"Sampai bertemu di Banten, Mbak Acy"

Ketemu Nova di H3. Gue pelukin.
Ketemu teteh di SC. Gue pelukin.
Sayang, Icha lagi sakit, jadi nggak ketemu.

 **
Subhanallah. Alhamdulillah. Alhamdulillah Ya Rabb.
Terimakasih untuk kesempatannya.
Terimakasih untuk kepercayaannya.
Amanah yang diemban ini bukan hal kecil.
Bantulah Hamba untuk menjalankannya, menyampaikannya, sepenuh hati.


Sampai jumpa Januari nanti, Banten :)




Rumah, 10 November 2012
"Mah, teteh keterima GUIM. Nanti Januari berangkat ke Pandeglang, Banten. Sebulan.."
disenyumin.
"Jaga kesehatan ya teh.."


Sunday, November 4, 2012

Surat Cinta untuk Gerimis yang Jatuh


Pukul enam lewat lima belas menit. Waktu yang terhitung “cukup pagi” untuk melangkahkan kaki keluar di akhir pekan. Lengkap dengan pakaian rapi.

Pagi itu seharusnya aku gugup. Mengingat ini kali pertama aku berhadapan langsung dengan kalian dalam jumlah sebanyak itu. Biasanya hanya lima sampai enam.
Iya, seharusnya aku gugup. Namun entah mengapa langkah kakiku begitu ringan. Pun, tidak ada sedikitpun usaha untuk kembali merekonstruksi apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi kalian. Hasil dari brainstorming sana-sini selama beberapa hari ke belakang, aku yakini sudah masuk memori. Tinggal menunggu untuk di recall.

Sesampainya di lokasi, ternyata turun hujan. Ah, bahkan hujan ini tidak sedikitpun kumaknai sendu. Ia memberi sejuk yang justru menjadi energi lebih.

Pukul tujuh. Bel pun berbunyi, menandakan saatnya tiba. Aku menghela napas. Sejenak. Mengucap basmalah.

Aku sampai di depan kelas kalian. Aku mengintip melalui pintu. Iya, kalian memang sebanyak itu. Jantungku berdegup sedikit kencang, jadinya. Membuatku menghela napas lagi, untuk kedua kali. Seorang penguji memberi sinyal padaku untuk masuk kelas dan memulai pelajaran. Aku mengangguk, dan melangkah dengan yakin ke tengah kelas.

Aku menyapa kalian dan memperkenalkan diri di depan kelas. Kemudian aku meminta salah seorang dari kalian untuk memimpin doa di depan kelas.
Tidak ada yang berani. Hingga kemudian kamu--si jaket merah lengkap dengan topi, yang duduk di bangku paling depan. Berhimpitan bertiga.
Tanpa ragu kamu maju ke depan. Memberi aba-aba “siap”, “berdoa” dengan suara lantang.

Setelah selesai berdoa, kelas pun resmi dimulai. Aku menjelaskan peraturan kelas, lengkap dengan ‘iming-iming’ hadiah istimewa. Mendengar kata ‘hadiah’, kalian mulai menyimak penjelasanku secara cermat. Beberapa ada yang mengangguk-angguk kecil. Beberapa berbisik-bisik saat aku perlihatkan bintang-bintang dari kertas warna-warni.
Yang paling banyak mengumpulkan bintangnya, nanti dapet hadiah dari kakak”, kataku.

Hujan di luar sungguh membuatku khawatir kalian akan mengantuk. Aku pun meminta salah seorang dari kalian untuk maju ke depan. Untuk bernyanyi.
Tangan-tangan kecil itu teracung di udara. Dan aku memilih kamu—gadis kecil yang ada di barisan tengah. Namamu Nada. “Nada mau nyanyi lagu Kasih Ibu”, katamu. Seisi kelas bernyanyi bersama.
Nada yang pertama kali mendapat bintang. Semua bersorak dan bertepuk. Riuh. Dan senyumku mengembang melihat pemandangan itu.

Pagi itu aku harus mengajari kalian mengukur waktu. Aku perkenalkan detik, menit, jam, dan bentuk pengaplikasiannya. Berkali-kali, aku mengajukan pertanyaan.
Dan “Nada-Nada” lainnya pun bermunculan:
Ada Naya, Rangga, Atila, Doni, Rafli, dan yang lain yang sayangnya tak kuingat namanya, maju ke depan dan kembali ke tempat duduk dengan bintang di tangan.
Senangnya, kalian begitu aktif. Bahkan ketika kalian menjawab pertanyaan dengan salah, kalian tidak kapok untuk maju. Pun, meski kalian saling berebut untuk dipilih maju ke depan, tetap saja kalian bertepuk tangan untuk dia yang bisa menjawab dengan benar.
Ah, kalian begitu menggemaskan.

Pukul tujuh lebih tiga puluh lima. Kelas harus kuakhiri. Namun sebelumnya, aku mengumumkan siapa yang mendapat bintang terbanyak. Ternyata Naya. Gadis cantik yang maju ke depan untuk bernyanyi Indonesia Raya, dan menjawab bahwa 1 jam itu 60 menit. “Selamat Naya, kamu jadi bintang kelas untuk hari ini!
Oh. Dan masih ada hadiah untuk kalian. Iya kalian. Aku mengeluarkan bungkusan itu. Di dalamnya ada dua buah gasing kayu. Kelas kembali riuh. Ternyata kalian suka sekali bermain gasing. 
Gasing ini hadiah dari kakak untuk kalian semua karena sudah mendengarkan dan memperhatikan dengan baik selama kakak menjelaskan. Jadi, gasingnya disimpan di kelas, dan kalian bisa main bergantian kalau istirahat. Setuju?

Panitia sudah memberi sinyal waktu habis. Aku pun berpamitan kepada kalian. Dan berpesan untuk rajin belajar dan mendengarkan ibu guru.
Lambaian tangan itu pun resmi mengakhiri kelas.

***

Gerimis pagi itu
jatuh perlahan, dan membekas sepanjang jalan.

Begitupun aku, yang jatuh perlahan pada kalian:
siswa-siswi kelas dua SDN Pondok Cina 3, Depok.
Semoga tiga puluh lima menit pertemuan kita,
membekas sepanjang jalan juga ya :)













P.S:
Terimakasih sebesar-besarnya untuk
Panitia GUIM 2: Terimakasih telah memberi kesempatan untuk melakukan simulasi mengajar ini. Semoga saya diberi kesempatan untuk mengajar (lagi). Bukan di Depok, tapi di Pandeglang, Banten. Aaamiin.
Annisa Dwi Astuti: Terimakasih teteh untuk semua sharingnya, brainstormingnya, persiapannya (termasuk sudah bersedia menemani beli gasing hehe) dan tentu saja semangat untuk melakukan ini dengan hati. Hanya dengan hati.
Firdha Nova: Terimakasih nova (dan pebra) karena sudah membantu membuat bintang-bintang warna-warni yang sangat helpful!
Fira Rahmadina & Kak Kunthi: Terimakasih untuk jam dinding-nya. Sangat terbantu buat jadi alat peraga di kelas :D
Kak Eky, Kak Wahe, Kak Senza, Kak Posma, Kak Wulan, Kak Ashma: Terimakasih kakak-kakak, ibu-bapak guru yang super kece atas semua masukan dan advice nya selama ini. *sungkem*
….dan untuk semua yang memberi semangat selama ini.
Ah, Subhanallah.. Allah Maha Baik. Menempatkan aku di tengah orang-orang baik.
Terimakasih sekali lagi :)

Tuesday, October 30, 2012

Uncertainty

Tentang menyampaikan. Dan tentang ketika "lagi-pengen-menyampaikan-banyak-hal". Tapi, lagi-lagi, banyak "tapi.."-nya. Berbelit yah? 

Apa perlu, jadi kayak agen Neptunus: ngirim surat lewat perahu kertas, terus dialirin ke laut, berharap suratnya otomatis terkirim dengan nyalain radar pake kedua telunjuk dan jempol yang ditempel di pelipis? Haha! Nonsense.


**


Should I try this, anyway?