Saturday, November 26, 2011

Surau Dikala Senja

Jumat, 25 November 2011. (sekitar) pukul 6 sore

Senja melukiskan warna oranye andalannya di langit. Aku melangkahkan kaki melewati gang sempit menuju rumah. Sengaja kuputar jalan. Iseng. 

Sayup-sayup terdengar adzan maghrib berkumandang. Derap langkah kaki-kaki kecil terdengar dari belakang. Sekumpulan anak, mungkin usianya sekitar lima, berbondong-bondong menuju surau. Lucu, diantara mereka ada yang memakai sarung kedodoran, yang ia pegang sembari terus berlarian. Yang perempuan memakai kerudung bergo warna-warni, sedikit tidak matching dengan baju yang mereka kenakan. Tapi mereka tampaknya tak peduli, aku bahkan sangsi mereka mengerti apa itu 'matching'. Kesemua anak-anak itu memasuki surau yang di dalamnya telah berjejer bangku-bangku kayu yang sengaja dibuat rendah agar anak-anak itu bisa bersila.

Surau itu seketika gaduh saat duapuluh-an anak sama-sama saling berteriak, tertawa, dan bercanda. Ketika sang guru (atau dapat kusebut ustadzah?) memasuki surau, semua mendadak diam, dan tanpa aba-aba mengucapkan salam dengan nada panjang dan penuh jeda-nya yang khas,
"Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh"
Sang guru menjawab salam anak-anak tersebut dan menginstruksikan mereka untuk merapatkan mejanya ke dinding. Rupanya mereka akan shalat berjamaah terlebih dahulu. 

Ada satu kerinduan mendera dalam diri saat aku melihat pemandangan tersebut. Dulu, saat masih seusia anak-anak itu, akupun mengalami hal yang serupa. 
Tumbuh besar di kota santri membuatku akrab dengan hal berbau agamis. Menyenangkan rasanya mendapati ada bagian masa kanak-kanakmu yang dihabiskan untuk melafalkan, dan melantunkan asma-Nya di setiap senja yang kau lewati.

Aku jadi bertanya-tanya, akankah pemandangan seperti ini masih bisa kutemukan dua, tiga, empat tahun ke depan?

No comments:

Post a Comment