Wednesday, January 25, 2012

(Bukan) Hujan dari Langit

 

Sebuah kertas berwarna creamy peach yang diukir dengan cantik, dan dibubuhkan pita merah sebagai pemanis; tergeletak di meja. Menjadi tumpukan teratas diantara lembaran laporan keuangan, surat dari kantor pajak, dan dokumen-dokumen lainnya yang memang menjadi 'santapan' sehari-hari yang harus kucicip sebagai seorang wanita karier.
Kertas tersebut berlabelkan namaku, dan alamat kantor. 
Penasaran, aku membukanya.
Dan aku terkesiap.


Selama beberapa menit aku masih mencerna apa yang baru saja kulihat. Dibalik kertas itu, jelas tertulis namamu--yang diukir dengan tinta emas. Dan namanya.
Ya, nama seseorang yang kuingat terakhir kali kau perkenalkan sebagai teman. Masih sebagai teman.
Bukan seseorang yang akhirnya akan bersanding denganmu di pelaminan. Lusa.


Rasanya baru kemarin aku, dan kau, berjalan berdua di Central Park. Rutinitas favoritku untuk menghabiskan Minggu pagi. Hari itu akan menjadi hari yang biasa , jika saja kau tidak secara tiba-tiba bertanya suatu hal--yang kukira gurauan:
"Will you marry me?"


Dan aku menolak. 


Sebenarnya bukan menolak. Aku ingin kau menunggu.
Dan disinilah letak kesalahanku:
aku membuatmu menunggu, dua tahun lamanya--dengan aku yang sibuk mengejar ambisi.



Penyesalan memang selalu datang terlambat. Klise. Itu memang sudah jadi aturan hidup. Kita memang dibuat untuk melakukan kesalahan--supaya tahu mana yang benar. Termasuk salah dalam memilih keputusan. Meski, yang mendapat kebenaran itu kamu. 
Kebenaranmu itu dia. Dia yang punya, apa yang tak kupunya. Membuatmu akhirnya menyadari--bahwa bukan aku yang selama ini kaucari.
Dan kebenaranku.. entah. Mungkin masih dalam perjalanan.


Hari ini langit tampak jernih, dan biru. Bukan kelabu yang biasa kutemui. Untuk pertama kali aku menggerutu: kenapa tidak hujan? Hanya hujan, satu-satunya--yang bisa menyampaikan pesan, dan melarutkan sakit ini pelan-pelan.
Birunya langit semakin mengintimidasi. Seakan berbisik: Berbesar hatilah. Tidak apa-apa. Kau akan temukan seseorang yang lain. Seseorang yang seperti dia.

Dengan segenap keberanian hati, aku meraih ponsel dan mulai mengetikkan kata demi kata.
Kata maaf atas absenku. Seribu alasan aku beri. Tak pernah kusangka--bohong rasanya bisa sepahit ini.
Satu kalimat penutup dalam pesanku: "...Aku harap yang terbaik untuk kalian berdua."

Message sent.

Langit biru sekarang mulai mengejekku;
karena seketika mataku memanas,
dan dadaku mulai sesak.








Ada hujan yang lain.










"Don't forget me, I beg.. I remember you said: sometimes it lasts in love, but sometimes it hurts instead"














*Adapted from Adele's song: Someone Like You

No comments:

Post a Comment