Tuesday, January 3, 2012

Coffee and Tea


Semburat jingga itu tampak--seperti biasa, dengan sedikit awan tipis dan angin yang membelai lembut. Pemandangan ini, secara mengejutkan, menjadi satu bonus kecil dari sebuah flat sederhana yang menjadi simbol rutinitas yang berulang. Seperti siklus. Lagi-lagi, menjemukkan. 
Aku dan kau, seperti biasa (pula) menghabiskan sisa hari di balkon sempit yang sesekali dihinggapi merpati. Kita tak selalu berceloteh. Malah, seringkali tak bergeming. Diam dalam kesunyian. Hanya aku, kau, dan dua mug klasik yang kauberikan sebagai hadiah ulangtahun. Menikmati sepoi angin menggelitik hidung.
Lucu, sementara isi mug-ku berisikan cairan penuh kafein, mug-mu, berisi cairan yang kaya akan antioksidan. Kau seringkali menggeleng, menertawakan perbedaan kita. Namun selalu, yang menjadi pembelaanmu adalah, "Kau tahu? Jatuh cinta pada refleksi itu sama sekali tidak asyik". Kau kembali menyeruput isi mug-mu. Meresapinya. "Nah, bagaimana pendapatmu?" ujarmu lagi. Kali ini menatapku dalam.
Aku mengangkat bahu, dan tertawa. 
Jujur, aku tidak tahu. 

Satu hal yang kutahu adalah: hanya ini yang kubutuhkan untuk mendapatkan senja yang sempurna. Setiap hari.

"Oh somehow I knew, that your love was true. Oh, I feel it when I spent my perfect afternoon with you.."





*Adapted from Endah N Rhesa's song: Perfect Afternoon

No comments:

Post a Comment