Sunday, January 15, 2012

Surat Cinta untuk Caramel Macchiato

macchiato

Hai, modifikasi larutan kafein yang begitu cantik. Apa kabarmu? Lama kita tak saling mengecup. Ketika aku mengetikkan kata demi kata ini untukmu, seluruh asosiasi itu pun muncul: kedai kopi dengan jendela kaca yang lebar, bening; sofa empuk untuk berlama-lama bercengkerama; dan tentu saja kau, mendiami gelas keramik putih bersih. Sesekali ditemani cookies coklat kering.

Kau tahu? Alam berkonspirasi 'menyisihkan' tempat untuk benih kopi tumbuh, juga tebu; yang nanti bertransformasi menjadi karamel. Jadi, dapat dikatakan, kamu itu semacam harmoni alam, bukan masterpiece para barista. Menurutku, mereka hanya segelintir orang yang memahami sinkronisasi, hingga akhirnya kau pun 'terlahir'. Sekali lagi, sebagai salah satu harmoni alam. Hadiah dari-Nya yang sayang untuk dilewatkan.

Sejak pertama, kamu sudah membuatku jatuh cinta. Terutama karena tekstur rasamu yang unik; kopi, karamel, dan cream dalam bentuk foam; bercampur menjadi satu. Begitu menyenangkan untuk dinikmati. Menikmatimu, seakan melihat cerminan hidup: ada pahit, dan juga manis. 
Sayang, hidup tidak seperti kamu, yang bisa sesuka hati kutambahkan karamel, atau foam, atau bahkan bubuk kayu manis--untuk sedikit menghilangkan rasa pahit dari kopi.
Aku tak bisa 'meracik' hidup. Karena hanya Dia yang tahu formulanya. Aku hanya mengikuti, meneguk semua yang Dia berikan. Namun seringkali, aku lalai ketika mencicipinya. Saat manis yang kukecap, aku terlena. Saat pahit yang kukecap, aku kecewa. Aku bubuhkan banyak pemanis buatan agar pahit itu hilang. Manis, memang. Tapi ternyata membunuhku pelan-pelan.


Sungguh, ingin rasanya memesanmu lagi, dan lagi. Semoga kelak aku punya kedai kopi sendiri.

No comments:

Post a Comment